Lantunan nasyid lembut mengalun. Setengah jam lagi akad nikah. Bisa kubayangkan bagaimana tegangnya lelakiku di luar. Sebentar lagi ia mengucap ijab qabul.
Ibu masuk ke kamarku.
“Dizty, kamu sudah siap, Nak?”
“Insya Allah, Bu.”
Kuingati beda antara aku dan dia. Dia rupawan, aku ah… kenangan malam kebakaran dua tahun lalu membuatku bersyukur dengan wajahku yang katanya cantik. Dia seorang hafidz, penghafal Qur’an, sementara aku masih harus menambah rekaman juz amma di kepala. Dia pandai melukis meskipun dia tak sempurna, sedang aku…sebuah garis lurus selalu patah di tanganku. Dia romantis, aku egois. Dia… Dia….dan Dia….
Dia adalah lelaki yang dipilihkan Tuhan untukku…
“Alhamdulillah, sah!” Kalimat itu jelas terdengar. Do’a dipanjatkan. Lelaki itu masuk ke kamar. Duduk di hadapanku. Aku memandangnya haru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar