: Kepada
sepasang mata bening yang setia menemaniku.
Ingatkah dahulu kala sepasang mata kita masih lugu menatapi
dunia? Diantara bunga ilalang, kita lahap menatapi matahari sore yang
berjingkat pelan-pelan. Kedua tangan mungil kita sibuk menghalau gatal yang
tanpa permisi berekspansi pada pori betis kecil kita. Lalu, tawa nyaring darimu
akan mengiringi jubah jingga yang ditanggalkan langit saat melihat mukaku
meringis, menahan perih bekas kuku yang meninggalkan gurat kemerahan. Bulat
matamu menggantikan matahari kala itu. Kau dan aku adalah sepasang sahabat
kecil yang berjanji takkan melepaskan tautan kelingking kita.
.
Tahun semakin menua, begitu pula usia kita yang melesat pada
bilangan yang tak mampu lagi digenapkan oleh jari-jari kita. Ruang kelas yang
angkuh menjelma tabir antara mataku dan matamu. Berlembar kertas menyita
waktuku dan waktumu. Letih pun menggumuli tubuh kita. Namun ada yang tak
berubah. Kau dan aku masih sama, senang melahap langit jingga. Kau membayangkan
puluhan bulatan sunkist, sementara barisan-barisan wortel telah menjajah
kepalaku saban sore. Kau dan aku tetap menjadi sepasang sahabat yang tetap
saling menautkan kelingking.
.
Seragam kita telah bertukar warna sekian kali. Begitu pula
yang datang dan pergi mengisi hati. Rupa-rupa ceritamu silih berganti tentang
kekasih hati. Aku selalu hadir dengan kisah patah hati. Kita menertawai diri.
Tak mampu menemukan sosok yang mampu mengerti diri. Lalu, tautan kelingking
kita menjelma sebuah genggam erat. Kau dan aku tak lagi menjadi sepasang
sahabat sejati. Kau dan aku adalah sepasang kekasih kini. Langit senja menjadi
saksi.
.
Tak ada suka yang abadi. Duka tak henti menghampiri. Kala
kau dan aku bersatu dalam sebuah janji. Namun, bukankah hidup adalah merajut
benang-benang mimpi. Bersama tisikan-tisikan do’a dan upaya yang tak kenal
henti. Meski genggam tangan mulai merapuh.Kau dan aku takkan pernah berhenti
meraih mimpi-mimpi.
.
Kemudian pada sebuah hari, kala duka menyapihku di tepi
langit bergaun sunkist. Ketika helai uban telah memenuhi ubun-ubun, kau
datang menyentuh lembut jemariku bersama sepasang lensa bening di wajahmu yang selalu
menjelma perigi damai. Kau dan sepasang matamu selalu hadir di dekatku kala
ngilu mengetuk palung hati. Saat kehilangan demi kehilangan melukis perih pada
ulu hati. Kau telah menjelma pelipur untuk segala duka yang menyapa diri. Dan
pada hari ini biarkan ku ungkap cinta padamu, pada wajah yang selalu meneduhkan
hati.
--------------
Kepada beloved hubby
Ini favoritkuuuuuuuuuuuh ..
BalasHapus