: Kepada
sepasang mata bening yang setia menemaniku.
Ingatkah dahulu kala sepasang mata kita masih lugu menatapi
dunia? Diantara bunga ilalang, kita lahap menatapi matahari sore yang
berjingkat pelan-pelan. Kedua tangan mungil kita sibuk menghalau gatal yang
tanpa permisi berekspansi pada pori betis kecil kita. Lalu, tawa nyaring darimu
akan mengiringi jubah jingga yang ditanggalkan langit saat melihat mukaku
meringis, menahan perih bekas kuku yang meninggalkan gurat kemerahan. Bulat
matamu menggantikan matahari kala itu. Kau dan aku adalah sepasang sahabat
kecil yang berjanji takkan melepaskan tautan kelingking kita.
.
Tahun semakin menua, begitu pula usia kita yang melesat pada
bilangan yang tak mampu lagi digenapkan oleh jari-jari kita. Ruang kelas yang
angkuh menjelma tabir antara mataku dan matamu. Berlembar kertas menyita
waktuku dan waktumu. Letih pun menggumuli tubuh kita. Namun ada yang tak
berubah. Kau dan aku masih sama, senang melahap langit jingga. Kau membayangkan
puluhan bulatan sunkist, sementara barisan-barisan wortel telah menjajah
kepalaku saban sore. Kau dan aku tetap menjadi sepasang sahabat yang tetap
saling menautkan kelingking.